Friday, October 7, 2011

Setengah Abad Lebih Tiga Hari

Tatapannya mengarah pada dua bola mata mungil, pada hidung berwarna merah jambu, dan bibir kecil yang tak menentu beradu mencari sumber makanan alami.
Itu aku.

22 tahun aku dibesarkan, dirawat, disusui, dikasihi, diberkati, disekolahi, dan diberikan (tanpa henti-hentinya) kasih sayang.
Ia sumber kehidupanku sewaktu aku masih berupa titik dimana ovum bertemu sperma, lalu Tuhan meniupkan ruh padaku sewaktu aku menginjak usia empat bulan, dan pada akhirnya aku bermain dalam ruangnya hingga sembilan bulan.

"Ini anak pertama. Saya sangat bahagia!", tuturnya.

Cerita demi cerita yang ia bungkus dalam memori membuatku terpaku dan terdiam, mencoba memahami sebuah perjalanan. Apabila ini lukisan, goresan pun terlihat tegas serta lugas. Menandakan siap untuk dipandang luas.

Lima. Tiga.
Bukan tua yang dicapai, bukan muda yang ditinggalkan.
Pencapaian untuk meraih mimpi lah yang diwajibkan. Mimpi yang tak pernah aku, dia, bahkan mereka tahu tentang apa.
Kau yang memegang kunci, kau yang mengendalikan.

Butiran emas terkalahkan oleh mahalnya butiran keringatmu.
Hamparan lautan terkalahkan oleh luasnya hamparan cintamu.
Harum rumput setelah hujan terkalahkan oleh harum jasamu, sampai saat ini.

Setengah Abad Lebih Tiga Hari.
Hari ini. Saat ini.
Ovum yang bertemu dengan sperma, ruh yang telah ditiupkan dalam raga, dan ia yang bermain di dalamnya; tak dapat mempersembahkan apa yang sudah dipersembahkan kepadanya.
Memang,
Bukan berlian, perak, atau permata yang kuberikan.
Tapi tulusnya hati ini, mengalahkan barang paling mahal yang pernah kutemui.

Selamat menikmati hari ini, Mama.
Selamat Ulang Tahun.

Thursday, October 6, 2011

Stop, Pop, Hop!

Lights, always shine on us.
The air fill our lungs so we could breath.
Lots of gifts from Him.
Are you grateful? Thoughtful enough?

I went there, I saw a war.
The green become grey after all.
So why?
Why did they do the unuseful things?
Too many chances in this life..
but some of them don't want to know.

Stop!
Doing all the unnecessary things.
Just Pop!
To everything that you wanna try to think.
And give a Hop!
To reach something out there you were dreaming.

And you want?
Yes I want.
And you can?
Yes I can.

Let's do it!
Stop, Pop, Hop!
Again!

Untuk gigantisme pembawa tawa: Panji Rahadi

Permainan itu dimulai pada malam hari, tepat 28 bulan dan 24 hari yang lalu.
Ketika aku menjadi wanita dari Ipanema dan ia pun menjadi merah, seperti Manchester United.
Entah. Aku tidak tahu.
Elegi yang terdapat di kedua insan karunia Tuhan itu, makin lama makin membaik.
Terlintas di alam bawah sadar apakah ini merupakan suatu kejutan?
Atau... suatu peringatan?
Peringatan akan hal yang tidak kita sadari, menjadi cambuk untuk tetap mempertahankan sanubari

Perjalanan kian mendapatkan berbagai warna, seperti pelangi.
Atau lollipop? Atau krayon?
Yang tahu hanya aku. Kamu. Kita. dan Tuhan.
Warna tidak dapat dijelaskan satu persatu apa maknanya.
Aku. Kamu. Kita. Bahkan Tuhan pun. Memaknai warna secara sendiri-sendiri.

Kini,
Ia berubah menjadi sosok pria yang dirindukan.
Ia berubah menjadi sosok pria yang terus dinantikan.
Tapi,
Ia takkan berubah menjadi biru, kuning, hijau, ataupun nila.
Ia tetap merah.
Merah, seperti Manchester United.

Level dalam permainan ini akan terus bertambah.
Semakin sulit, semakin susah, semakin bisu.
Kadang,
Tak kuasa indera penglihatanku muntah karena pilu.
Seluruh tubuh terus menghempaskan segala sesuatu dari kalbu.
Tapi itu dulu, lain waktu, bukan diriku.

Aku yang kamu tahu. Kamu yang aku tahu.
Wanita Ipanema yang kau tahu. Pada waktu itu di gerai minuman asam.
Terus memberikan semangat '45, sama seperti pejuang demi kemerdekaan kelak.
Teruskan. Lanjutkan. Ikrarkan.
Sampai keringat terakhir membanjiri pori-pori.
Kamu bisa.

Untuk gigantisme pembawa tawa,
Panji Rahadi.